Pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Siti Irene Astuti D M.Si.
Sampai hari ini ketimpangan mutu pendidikan masih terjadi di Indonesia, sementara tantangan pendidikan di abad ke-21 harus dihadapi. Pembangunan pendidikan diharapkan dapat mengatasi masalah ketimpangan mutu di Indonesia. Karena dengan tingkat mutu yang relatif rendah pada berbagai jenjang pendidikan, akan sulit bagi bangsa Indonesia untuk berkompetisi menghadapi tantangan pendidikan di abad ke-21. Prinsip kualitas dan kesetaraan yang menjadi dasar pokok bagi pembangunan pendidikan harus diatasi secara komprehensif. Demikian diungkapkan Siti Irene Astuti Dwiningrum dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam Bidang Sosiologi Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Pidato berjudul Penguatan Modal Sosial Dan Resiliensi Sekolah Dalam Mengatasi Ketimpangan Mutu Pendidikan Di Abad Ke-21 itu dibacakan dihadapan rapat terbuka Senat di Ruang Sidang Utama Rektorat UNY Rabu 4 April 2018. Siti Irene Astuti Dwiningrum adalah guru besar UNY ke-136.
Wanita kelahiran Surabaya 8 September 1961 tersebut mengatakan, pendidikan di abad ke-21 yang memiliki prinsip kualitas dan kesetaraan membutuhkan peran sekolah dan peran guru yang berkualitas. “Resiliensi sekolah menghasilkan sekolah berkualitas” kata Irene “Cara berpikir orang memperbaiki kualitas cenderung tidak sama, bahkan ada kecenderungan makna ‘kualitas’ masih menjadi perdebatan sosial sehingga pikiran untuk memperbaiki kualitas akan berbeda”. Diungkapkan pula bahwa cara guru-siswa untuk melakukan kerja berkualitas akan signifikan sehingga dibutuhkan kesadaran dan persepsi yang sama. Guru yang berkualitas terbentuk oleh sekolah yang memiliki resiliensi yang kuat, keberhasilan sekolah dalam menerapkan berbagai kebijakan baru juga ditentukan oleh tingkat resiliensi sekolah. Resiliensi sekolah ditentukan oleh kondisi dari resiliensi yang dimiliki oleh masing-masing individu yang ada di sekolah. Oleh karena itu, pengembangan resiliensi guru dengan peningkatan kemampuan kompetensi dan daya adaptasi dibutuhkan untuk bisa menjalankan peran sosialnya dengan optimal. Guru yang resilien mudah untuk melakukan kerja yang berkualitas. Resiliensi guru sangat penting dikembangkan, karena terkait dengan pengembangan identitas profesionalnya.
Menurut Doktor bidang sosiologi pendidikan UGM tersebut, resiliensi sekolah untuk perbaikan mutu dapat berhasil, jika didukung oleh kemampuan kepala sekolah dan guru dalam membangun leadership capacity for school improvement dengan menggerakan enam unsur yakni: (1) increase bonding, (2) set clear and consistent boundaries, (3) teach life skills, (4) provide caring and support, (5) set and communicate high expectations, dan (6) provide opportunities for meaningful participation secara sinergis di sekolah. Sedangkan resiliensi guru berkembang dengan baik, jika budaya sekolah mampu mengembangkan tujuh aspek guru yakni regulasi emosi, kontrol impuls, empati, optimisme, analisis kausal, self-efficacy, dan reaching out, sebagai modal pengembangan capacity building sekolah dan professional capacity. Sebaliknya, guru mestimemiliki prinsip kerja berkualitas berdasarkan prinsip well-being, belonging, autonomy, mastery, dan mindset dalam mengajar di kelas dengan untuk mengembangkan pembelajaran berbasis inovasi.
Warga Mangkuyudan Yogyakarta tersebut mengatakan ketimpangan mutu pendidikan terjadi karena adanya kelas sosial, maka pendekatan komprehensif untuk mengurangi disparitas sosial dan kesenjangan sosial-ekonomi harus diupayakan oleh negara dengan pendekatan struktural dan kultural. Ketimpangan mutu pendidikan dapat diatasi lebih baik, jika solusi negara tidak bersifat parsial tetapi secara sistemik dan berkelanjutan dengan pendekatan politik-ekonomi-sosial dan budaya untuk mewujudkan hak warga bersekolah dan mendapatkan pendidikan berkualitas. Ditegaskan bahwa disparitas struktural dan kultural dapat direduksi, jika sekolah memiliki pengetahuan dalam menggerakan dan mengembangkan semua unsur-unsur modal sosial yang dimiliki oleh sekolah untuk perbaikan mutu. Sedangkan pendekatan struktural akan berhasil untuk mengatasi ketimpangan mutu, jika guru dan siswa serta tenaga kependidikan berperan dalam penguatan modal sosial untuk tujuan mutu.