REFLEKSI KONSEPTUAL KEBIJAKAN PENDIDIKAN UNTUK PERBAIKAN MUTU
Rabu (30/4/2014), Prodi KP FIP UNY dan Prodi KP Program Pascasarjana UNY menggelar Seminar Nasional Kebijakan Pendidikan yang mengusung tema “Refleksi Konseptual Kebijakan Pendidikan untuk Perbaikan Mutu”. Seminar ini menghadirkan Keynote Speaker Prof. Suyanto, Ph.D. dan beberapa pemerhati dan aktivis pendidikan seperti: Prof. Dr. Slamet, Ph.MA., M.Ed., MLHR., Ph.D. yang membawakan materi “Refleksi Kritis Kebijakan Nasional dan Daerah”; Prof. Suyata, M.Sc., Ph.D. mengangkat “Refleksi Kebijakan Pendidikan dalam Perspektif Sosio-Kultural”; Dr. Bambang Indriyanto (Puslitjakdik Balitbang Kemdikbud)mengangkat “Urgensi, Relevansi dan Kontribusi Penelitian Kebijakan untuk Perbaikan Mutu Pendidikan”. Acara yang diselenggarakan di Ruang Sidang Rektorat UNY ini diikuti oleh pemerhati pendidikan, mahasiswa S1 dan S2, serta dosen-dosen UNY sejumlah 250 orang dan secara resmi dibuka oleh Rektor UNY, Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Prof. Suyanto menekankan bahwa Visi Pembangunan Pendidikan dan Kebudayaan 2014: “Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan dan Kebudayaan untuk Membentuk Insan Indonesia yang Cerdas dan Berkarakter Bangsa Kuat“. Misi yang ditekankan yaitu pada 2010—2014 Meningkatkan Ketersediaan Layanan Pendidikan dan Kebudayaan, Meningkatkan Keterjangkauan Layanan Pendidikan, Meningkatkan Kualitas Layanan Pendidikan dan Kebudayaan, Meningkatkan Kesetaraan Memperoleh Layanan Pendidikan, Meningkatkan Kepastian/Keterjaminan Memperoleh Layanan Pendidikan. Untuk meraihnya diperlukan kebijakan pendidikan.
Laswell (1970)mengatakan kebijakan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik yang terarah. Sementara Anderson (1979) menyatakan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang harus diikuti dan dilakukan para pelakunya untuk memecahkan suatu masalah (pendidikan). Kemudian beliau menjelaskan Dampak Kebijakan, Kebijakan Mutu sebagai sebuah Inovasi dan Paradigma Kebijakan Kualitas.
Lebih lanjut lagi Prof. Slamet, Ph.D. memaparkan refleksi kritis yang konstruktif terhadap kebijakan yang telah/sedang berlangsung sangat diperlukan dalam rangka untuk memetik pelajaran dari keberhasilan atau kegagalan kebijakan masa lalu untuk kemudian dikoreksi kekurangannya agar menjadi kebijakan yang lebih baik di masa depan. Mengingat bidang pendidikan termasuk yang didesentralisasikan ke daerah, maka pembahasan kebijakan pendidikan daerah tidak bisa dikesampingkan karena daerahlah yang melaksanakan kebijakan pendidikan nasional.
Kemudian Dr.Bambang Indriyanto berpendapat bahwa implementasi kebijakan tidak bisa lepas dari dinamika perkembangan dan perumbuhan ekonomi. Demikian juga kebijakan pendidikan tidak harus selalu mempertimbangkan tingkat kesejahteraan sosial anggota masyarakat. Hal ini karena setiap anggota masyarakat akan mempunyai anak, dan anak tersebut akan menjadi sasaran kebijakan pendidikan. Perlunya mempertimbangkan tingkat kasejahteraan sosial anggota masyarakat karena faktor tersebut akan secara langsung mempengaruhi strategi pendanaan pendidikan.
Dilanjutkan oleh Prof. Suyata, M.Sc., Ph.D. yang berpendapat bahwa kebijakan rasional pendidikan mengikuti gerak pemikiran dan praktik ekonomi klasik baru yang kaptalistis ternyata hanya memberikan manfaat terhadap kelompok kecil di masyarakat. Kiblat ke luar membangun pendidikan telah menyia-nyiakan khasanah loka bangsa yang terlupakan keunggulannya membangun bangsa dan kemanusiaan. Miskinnya informasi tentang khasanal lokal menjadi kendala bagi membangun pendidikan Indonesia ke depan. John Kotten mengatakan bahwa di era perubahan cepat kepemimpinan harus lebih ke depan dari pada manajerial. Suatu refleksi yang sangat dibutuhkan memandu perbaikan pendidikan ke depan.
Sementara untuk sesi kedua dihadirkan pembicara dari Provinsi DIY yaitu K. Baskara Aji, M.Si. dan Drs. H. Haryadi Suyuti. Perwakilan pembicara tersebut mengangkat tema “Aneka Tantangan dan Inovasi Kebijakan Pendidikan di Provinsi DIY” dan “Dinamika Masyarakat, Problem Pendidikan dan Inovasi Kebijakan Pendidikan di Yogyakarta”. Setelah break sesi 2, diadakanlah parallel session yang dibagi menjadi 4 ruang. (ant)